Entri Populer

Jumat, 15 Oktober 2010

Bila Kenyataan tak Sesuai Harapan

Manusia hidup di dunia ini pasti memiliki harapan. Entah sadar atau tidak, harapan-harapan itulah yang menyemangati mereka. Harapan akan masa depan yang lebih baik misalnya, bisa membuat seorang miskin mampu bekerja keras demi sebuah harapan menjadi orang kaya. Petani yang rela berangkat ke sawah setiap hari, berharap kelak akan memetik hasil panen yang melimpah. Seorang pelajar yang setiap hari berangkat ke sekolah, berharap agar suatu saat bisa lulus dengan nilai yang baik, kuliah di universitas yang baik, lulus dan bekerja. Ya, semuanya bergerak karena ada harapan. Jika manusia tidak lagi mampu melihat harapan di masa depan yang lebih baik dari kondisinya sekarang, bisa dipastikan Dia akan sangat malas, mudah putus asa, dan tidak ada gairah menjalani kehidupan ini.

Sayangnya, tidak semua harapan bisa terpenuhi. Manusia dengan seluruh usahanya yang terbatas kerap kali mendapatkan kegagalan. Itu pasti, karena begitulah karakter kehidupan. Tak ada yang sempurna. Bahkan kalo mau jujur, banyak sekali kenyataan hidup yang kita alami sekarang ini, yang tidak sesuai dengan harapan-harapan kita di masa lalu. Apakah ini sebuah masalah? Jawaban dari pertanyaan ini bisa Ya bisa juga Tidak. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihat. Bagi orang yang tidak siap dengan kegagalan, yang berharap semuanya harus sempurna dan sesuai dengan keinginan rencananya pastilah akan kecewa. Karena hidup bukanlah sesuai dengan rencana pribadi kita. Hidup adalah menjalani rencana Tuhan, Alloh SWT. Tapi bagi manusia yang menyadari sepenuhnya bahwa tidak semua harapan dan keinginan hidupnya bisa terwujud, bahwa rencana dirinya itu nisbi dan rencana Tuhan itu pasti, niscaya Dia akan tetap tenang dan tegar menghadapi hidup.

Lalu, bagaimanakah sikap kita bila harapan tidak terpenuhi. Bila kenyataan tak sesuai dengan harapan?

Pertama, kita harus mampu menjadi yang “nerimo ing pandum” (=ikhlas). Kita tidak boleh protes dengan apa yang telah Tuhan berikan terhadap kita. Karena semua yang telah Tuhan berikan itu adalah anugerah yang harus disyukuri. Kita harus “nerimo”, tapi pastikan saat pembagian itu kita berada di tempat yang berpeluang mendapatkan pemberian yang tidak sedikit. Bingung? Jangan dulu! Siapkanlah wadah yang besar, maka Sang Pemberi yang Maha Kaya itu tidak akan tanggung-tanggung untuk memberikan karunia yang banyak, karena kita memang telah siap dan layak mendapatkannya. Jika wadah kita masih kecil, malulah untuk meminta banyak hal kepada Tuhan karena kita takkan mampu membawanya. Karena kita tak punya wadahnya. Wadah itu adalah ikhtiar kita, apakah kita mampu berusaha sebelum berserah kepada Tuhan? Wadah itu adalah hati kita, apakah kita tetap menjadi pribadi yang santun dan rendah hati ketika diberi kemurahan berupa rejeki yang banyak dari Tuhan? Ingatlah, Tuhan tidak pernah salah membagikan rejekinya kepada makhluknya. Urusan rejeki adalah urusan Tuhan, urusan ikhtiar adalah kewajiban kita. Sebab jika urusan rejeki diserahkan kepada manusia, maka manusia tidak akan pernah bisa adil. Manusia akan rakus dan menghinakan manusia lainnya. Juga ketika ikhtiar tidak kita yakini sebagai kewajiban kita, maka kita hanya akan menjadi orang yang panjang angan-angan. Mimpi besar tapi kerja NOL BESAR!

Kedua, kita harus berbaik sangka kepada Tuhan. Kita harus meyakini bahwa apa yang telah Tuhan tetapkan kepada kita itulah yang terbaik bagi kita. Jangan mendikte Tuhan, sebab itu sebuah kebodohan dan kesombongan. Sebab Tuhan tak ingin diatur, sebab Dia-lah yang Maha Mengatur. Dia takkan salah sebab Dia Maha Sempurna. Sering kali manusia itu tidak puas kepada apa yang telah Tuhan berikan. Setelah berusaha susah payah, memeras keringat membanting tulang, ternyata masih miskin misalnya. Dia protes, “Aku kan sudah beribadah seperti sholat, puasa, dll. Kok masih miskin ya? Kok masih sering gagal? Kok harapanku tidak terwujud? Berarti Tuhan tidak sayang padaku.” Ah, betapa sombongnya manusia seperti itu. Ingatlah, karunia yang telah kita dapatkan sesungguhnya bukan karena hebatnya ibadah kita kepada Alloh SWT tapi karena rahmat-Nya semata semua itu bisa kita dapatkan. Ibadah kita sebaik apapun tidak menjadikan Alloh bertambah Agung, sebab sejak dulu Dia sudah Maha Agung. Sebaliknya, kalaupun kita tidak beribadah, atau kita mendurhakai-Nya sesungguhnya semua itu tidak berarti apa-apa bagi Alloh. Sebab Alloh tidak memerlukan ibadah kita. Semua ibadah itu hanyalah untuk kita sendiri, bukan untuk Tuhan.

Ketiga, kita harus mengevaluasi diri. Bisa jadi semua kenikmatan yang tertunda itu karena memang kita belum layak mendapatkannya. Evaluasi juga ikhtiar kita, mungkin masih belum maksimal. Mungkin sudah bekerja keras tapi kurang cerdas, dst. Jadikan evaluasi itu untuk meningkatkan kualitas ikhtiar kita selanjutnya. InsyaAlloh, dengan kualitas diri yang semakin baik akan baik pula hasilnya.

Keempat, jangan berputus asa dari rahmat Alloh. Bersabarlah, sebab rahmatNya tidak pernah terputus untuk makhluknya. Bekerjalah, berusahalah niscaya Alloh tidak akan menyia-nyiakan amalan kita. Jika kita telah mengusahakan dengan niatan yang terbaik (ikhlas), berusaha dengan mencari jalan-jalan yang terbaik (kerja keras), kemudian menanti hasilnya dengan kualitas terbaik (tawakkal), PASTI yang kita dapatkan adalah yang terbaik. Bahkan Alloh akan memberi lebih banyak dari yang kita minta, tapi mungkin belum diberikan sekarang. Mungkin diberikan dalam bentuk karunia yang lain yang kita tidak menyadarinya. Nikmat kesehatan, ketenangan, keluarga yang penuh kasih sayang, kemudahan hidup, dll.

Ingatlah: Tuhan memberikan yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Sebab jika semua keinginan manusia pasti terpenuhi, maka manusia akan sombong dan merasa tidak membutuhkan Tuhan. Meskipun terkadang kenyataan tak sesuai harapan, jangan jadikan itu alasan untuk mengkerdilkan pribadi kita. Melainkan jadikan itu untuk memperbaiki kualitas diri kita. Hanya pribadi yang berkualitas yang mampu menyadari bahwa kenyataan yang tak sesuai harapan juga sebuah kenikmatan. Sebuah kenikmatan berupa sarana untuk dekat kepada Tuhan.

Tetap Semangat!

2 komentar:

Rekan, silahkan berkomentar di blog Zali Jauhari.