Entri Populer

Kamis, 22 September 2011

Jangan Takut Tidak Kebagian Jatah Rejeki

Selamat malam rekan-rekan sekalian.

Malam ini Saya ingin membahas mengenai masalah rejeki. Sedikit saja, sebab untuk uraian panjang memerlukan waktu dan konsentrasi yang lebih. Sebagian orang mungkin tidak percaya bahwa Tuhan telah membagi rejeki-Nya kepada seluruh makhluknya dengan adil. Tak jarang mereka berkeluh kesah mengapa dengan usaha yang telah dilakukannya selama ini tidak jua mengantarkan dirinya menjadi seorang pribadi yang kaya raya. Jangan salah, menurut mereka masalah rejeki berari masalah uang dan masalah uang berarti masalah perut. Tidak sedikit orang yang stress gara-gara masalah perut.

Nah, sementara sebagian dari rekan kita yang lain mungkin ada yang berpendapat bahwa mengais rejeki sekuat atau selemah apapun tidak akan pernah mengubah jatah takdir rejeki dari Tuhan. Sehingga mereka bekerja dengan sangat pasrah (baca:malas) sebab menurut mereka usaha seperti apapun bentuknya tidak membuat mereka menjadi kaya atau miskin. Sudah takdir sih…begitu katanya.

Anda termasuk yang mana? Kelompok yang pertama atau kedua?

Keduanya salah. Tuhan memang ada dan telah mengatur jatah rejeki manusia. Akan tetapi perhatikanlah titah Tuhan,"Bekerjalah dan bertawakallah!" jauh sebelum manusia disuruh tawakkal yang berarti menyerahkan segala urusan kepad Tuhan, manusia telah diperintahkan untuk bekerja. Kondisi ini berate manusia tidak boleh hanya bertumpu dan sombong dengan usahanya sendiri untuk memperoleh rejeki. Sebab ada peran Tuhan dalam setiap rejeki yang datang padanya. Sebaliknya, manusia juga tidak perlu malas untuk bekerja dan berusaha dengan alas an jatah rejekinya sudah dibagi oleh Tuhan sejak sebelum dirinya dilahirkan.

Jangan takut tidak mendapatkan rejeki. Akan tetapi juga jangan hanya mengandalkan diri sendiri saja. Libatkanlah Tuhan sebelum, saat, dan sesudah berusaha niscaya kita akan mendapatkan rencana, proses, dan hasil yang terbaik menurut kehendak-Nya.

Sekian dan terima kasih.

Rabu, 21 September 2011

Jadikan Dia Sebagai "Istri Kedua"

Selamat malam rekan-rekan sekalian.

Malam ini tampaknya akan menjadi malam yang melelahkan bagiku. Aku harus meng-install 3 buah laptop sekaligus. Maklum, sekarang ada bisnis kecil2an (yang smga bakal besar) Kredit Laptop. Jadi ya dinikmati aja..

Rekan, ketika kita bisa mencintai pekerjaan kita, maka kita tidak akan bosan dan pastinya akan senantiasa antusias menyambut kerja. mengubah kesulitan menjadi tantangan, peluang menjadi kekuatan. hah.. pokoknya kita akan nyaman.

Jadikanlah pekerjaan kita sebagai "istri ke-2" kita yang kita cintai. kita kasihi dan kita rindukan. Sebab, waktu kita terbanyak habis tentu saja buat keluarga dan pekerjaan kita.

Mungkin ada diantara anda yang berpendapat,"ah yang penting kan gajinya besar, biarpun terpaksa aku bakalan betah deh". Mungkin karena terdesak, atau tidak lagi ada keinginan kerja yang lainnya, orang sering memaksakan diri menjalani pekerjaan yang tidak dia sukai. Akibatnya? hasil pekerjaannya tidak maksimal.

Ingat: Gaji besar yang menyenangkan itu hanya ada di bulan pertama dan kedua, selebihnya yang lebih menyenangkan adalah kita bisa menikmati pekerjaan kita.

so, enjoy your life. Jadikan pekerjaan sebagai "istri kedua" kita.

Tetap Semangat!
(tulisan tanpa editing)

Selasa, 20 September 2011

Mau Diapakan Negeri Ini?

Selamat malam Rekan-rekan pemuda di seluruh Indonesia. Bagaimana kabar Anda malam hari ini?

Malam ini sebelum memejamkan mata, tidak ada salahnya kita memikirkan kondisi bangsa dan negara kita saat ini. Sebuah bangsa yang dulu menjadi jamrud khatulistiwa, macan asia, ijo royo-royo, gemah ripah loh jenawi. Sebuah negara yang didirikan dengan tetesan keringat dan darah para pejuang. Sebuah negara, yang sejak dulu terkenal sampai ke penjuru dunia karena posisinya yang strategis dan kaya akan sumber daya alam.

Ya. Indonesia.

Bagaimana mungkin kita bisa berlepas tangan dari membangun negeri ini? Sedangkan kaki kita masih berpijak di bumi pertiwi ini. Kita masih berdiri di bawah langit nusantara. Jangan sampai kita menjadi orang yang hanya bisa menuntut kepada pemerintah yang sampai saat ini mengurus dirinya sendiri saja belum mampu. Untuk membenahi Indonesia tidak cukup hanya menjadi tugas pemerintah saja, akan tetapi menjadi tugas kita bersama sebagai warga negara.

Belajarlah dari Jepang, yang rela membela tanah airnya dengan semangat samurai dan bushido.

Belajarlah dari inggris (kalo tidak salah) dengan tegas mengatakan,"Right or Wrong is my country"

Belajarlah dari Amerika yang punya semangat tempur menguasai seluruh benua.

Dan belajarlah dari orang2 Yahudi yang jumlahnya sedikit tapi loyal terhadap bangsa dan kelompoknya.

Katakanlah pada diri kita,"Apa yang bisa kita perbuat untuk negara ini?" bukan sebaliknya "Apa yang bisa saya dapat dari negeri ini?" Akhir-akhir ini Pemimpin di negeri ini tidak mampu memberi contoh. Mereka telah mandul untuk memberikan solusi atas berbagai masalah yang perlahan tapi pasti menghimpit negeri ini. Bukan hanya bencana fisik yang tidak mampu mereka atasi, tapi juga bencana mental yang tidak bisa mereka hadapi. Korupsi telah mendarah daging di negeri ini, urat malu telah terputus. Rasa cinta berbangsa dan bernegara telah terkotak menjadi cinta terhadap kelompok, partai, suku, dan golongan.

Rakyat telah banyak yang putus asa dan menyerah. Mereka sudah tidak lagi percaya apalagi mendukung pemerintah. Kebanyakan dari rakyat telah memilih jalan pintas yang pragmatis dalam demokrasi. "Ada uang, ada jalan. Gak ada fulus gue diam". Bukan karena mereka mau seperti itu, tapi karena para pemimpin telah memberikan contoh yang tidak baik, rakyat pun tidak segan untuk meniru.

Diantara serpihan-serpihan kata cinta tanah air itu, marilah kita bertanya kepada diri kita wahai para pemuda. Wahai para pewaris tahta negara. Wahai para generasi pembaharu. "Mau diapakan negeri ini?" sekali lagi "Mau kita apakan negeri ini?" Mari sebelum terpejam, kita sama-sama menghayati pertanyaan ini. Kita harus menjadi bagian dari solusi, bukan sekedar tukang paido , komentator, atau kritikus ulung tanpa pernah kita mampu mengambil peran untuk menjadi pemain. Nasib bangsa kita ke depan ada di tangan kita wahai para pemuda indonesia!!!

Manakah yang lebih kita cintai, idealisme kita untuk membangun negeri ini, ataukah nafsu serakah kita untuk menguras asset negeri ini? Manakah yang lebih kita sukai, berjuang untuk menjadi solusi atau keinginan untuk memperkaya diri sendiri? Manakah yang lebih kita pilih berkorban untuk kejayaan pertiwi, atau untuk kepentingan kelompok kita?

Jangan begitu mudah kita injak darah para pejuang. Jangan mudah melupakan sejarah bangsa kita. Kita adalah bangsa yang bermartabat yang tidak pernah mengemis kemerdekaan, melainkan kita mengambilnya dengan harta dan nyawa para pejuang. Sekali lagi, nasib bangsa kita ada di tangan kita para pemuda. Mari kita tanamkan semangan "bushido" samurai jepang dalam diri kita agar bangsa ini kembali menjadi bangsa yang bermartabat di kancah internasional.

Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Mereka Orang-orang Tangguh, Jangan Diremehkan

Sayangnya tak ada kampus yang benar2 mengajarkan bagaimana caranya berbisnis dan menjadi pengusaha yang handal. Dunia kampus di Indonesia masih harus dijejali dengan teori-teori bisnis yang telah usang. Berbusa pengajar ngomong, tapi sangat miskin aplikasi. Kampus –diakui atau tidak- telah mencetak pengangguran terdidik setiap tahunnya. Jumlah mereka pun terus bertambah, sementara jumlah lapangan pekerjaan di negeri ini bukannya bertambah tapi justru berkurang.

Pemerintah pun tidak lagi peduli dengan nasib rakyatnya. Pajak dikemplang, proyek dimakan, seenak perut mereka sendiri. Berkoar berantas korupsi tapi diri sendiri memakan uang rakyat. Mengaku wakil rakyat, tapi justru memporak-porandakan harapan rakyat.

Sejuta program pengentasan kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah, hanya berhenti pada tataran wacana. Kalaupun terealisasi, itu hanya menguntungkan segelintir elite saja. Bah!

Mungkin Aku terlalu berani mengungkapkan hal ini. Tapi beginilah Aku, kebenaran harus disuarakan. Rakyat sudah terlalu lama menderita. Hati mereka terlalu muak dengan pemerintah, tapi lidah hanya kelu dan tak mampu bersuara. Kalaupun mampu bersuara dan berteriak, mereka yang membuang-buang tenaga untuk berorasi kepada orang-orang yang telah buta dan tuli mata hati. Tak ada respon. Kalaupun ada hanya sebatas kalimat,"Pendapat saudara kami terima dan akan kami tampung".

Diantara keterbatasan perhatian pemerintah, dengan minimnya sumber daya dan kemampuan. Diantara sekian banyak orang yang prustasi terhadap nasib, muncullah segolongan orang kreatif. Orang-orang tangguh yang mampu menyulap sedikit kesempatan menjadi peluang besar. Entah karena idealisme atau karena terpaksa, mereka melakukannya. Mereka adalah para pedagang kaki lima (PKL) yang sering kita jumpai di pinggir-pinggir jalan.

Mereka bermacam-macam mulai dari yang berjualan makanan, hasil kerajinan, bunga-bunga sampai lukisan jalanan. Bagaimana mereka menjadi orang yang sangat kreatif dan tangguh?

Pertama, mereka kebanyakan tidak berpendidikan tinggi. Juga tidak dari lulusan universitas ataupun kelas bisnis yang penuh berjejal teori itu. Tapi mereka "take action" dan real menjadi pengusaha.

Kedua, mereka tidak memiliki tentor/pembimbing. Satu-satunya tentor mereka adalah pengalaman bisnis yang telah dijalani selama ini, berikut pengalaman gagal dari rekan-rekan seperjuangannya.

Ketiga, mereka memulai dengan modal yang sangat terbatas. Saya pernah menjumpai PKL yang untuk memulai usahanya harus berhutang sana-sini.

Keempat, mereka berjualan dalam ketidakpastian dan ancaman. Ketidakpastian apakah lokasi yang mereka tempati esok hari masih boleh ditempati atau tidak. Apakah esok hari satpol PP masih berbaik hati atau tidak. Jangan lupa, preman jalanan juga minta jatah bung! Sekedar "uang keamanan" katanya.

Kelima,mereka harus berjuang sendiri untuk bisa bertahan. Tanpa ada perlindungan dari pemerintah. Tanpa pernah mereka bisa berjumpa dengan wakil rakyat yang mereka pilih dalam pemilu. Lengah dan malas sedikit saja, dapur mereka tidak akan pernah ngebul alias nggak bisa makan bung.

Sesekali tampaknya kita perlu memperhatikan mereka. Mereka itu sangat kreatif dan tangguh. Tanpa ijazah, tanpa gelar, mereka berdagang dengan penuh semangat. Dipalak, diancam, sepi pengunjung, laris, keringat, letih, putus asa, bangkit adalah sahabat mereka sehari-hari. Suatu saat mungkin pemerintah perlu memberikan "PKL Award" atau mungkin pihat swasta perlu membuat "dahSyatnya PKL Award" atau "PKL inbox award". Selalu ada inspirasi dari kehidupan mereka, sebab mereka itu orang-orang tangguh! (tulisan tanpa editing)

Salam sukses.